Selamat Datang

"Selamat datang di blog Nurdin Syariati, jadikan blog ini sebagai wadah untuk saling tukar menukar informasi demi tercapainya Indonesia yang jaya sebagai negara yang berdaulat dan bermartabat"
MERDEKA 100 % !!!!!!!!!

Minggu, 28 Februari 2010

Kasus Bank Century Masyarakat Diminta Jujur Nilai Boediono dan Sri Mulyani

JAKARTA--MI: Ekonom dari Ekonit, Hendri Saparini, mengajak masyarakat menilai dengan jujur apakah rekam jejak kinerja Wapres Boediono dan Menkeu Sri Mulyani benar-benar berkilau, sebagaimana yang didengung-dengungkan sebagai orang yang bersih dan reformis.

"Marilah kita menilai dengan jujur. Apakah rekam jejak kinerja Boediono dan Sri Mulyani memang benar-benar kinclong atau sebaliknya ," kata Hendri Saparini dalam diskusi Memprediksi rekomendasi akhir pansus di Rumah Perubahan Jakarta, Minggu (28/2).

Menurut Hendri, pada detik-detik terakhir mejelang paripurna DPR soal kasus Bank Century, selain dilakukan lobi-lobi politik juga ada upaya membalikkan kesimpulan pansus yang menyalahkan kebijakan bailout Century dengan menyederhanakan alasan bahwa ada kelompok yang ingin melengserkan Boediono-Sri Mulyani.

Sementara itu, katanya, figur Boediono dan Sri Mulyani digambarkan sebagai sosok yang bersih, yang ingin mereformasi birokrasi dan mengelola ekonomi dengan baik.

Citra bersih dan reformis tersebut, ujar Hendri, telah didegung-degungkan dan digunakan untuk memporak-porandakan temuan Pansus dalam kasus Century.

Pansus, katanya, berdasarkan fakta dan bukti-bukti yang ada telah mengindikasikan Boediono dan Sri Mulyani melakukan pelanggaran hukum dan kebijakan untuk memuluskan kebijakan bailout Bank Century. "Mungkin benar keduanya (Boediono-Sri Mulyani) tidak menerima uang, tetapi sangat mungkin akan mendapatkan keuntungan non-finansial dari kebijakannya tersebut," kata Hendri dengan nada tinggi.

Menurut Hendri, cerita yang terus diulang-ulang yang menyatakan Boediono dan Sri Mulyani adalah sosok yang bersih dan reformis merupakan senjata pamungkas dari pemerintah untuk bisa bertahan. Hal itu juga sebagai upaya kelompok pendukung Boediono-Sri Mulyani untuk mempertahankan paradigma.

"Yang menjadi pertanyaan sekarang, benarkah Boediono dan Sri Mulyani kinerjanya sangat luar biasa sehingga pelanggaran dalam kebijakan publik harus dimaklumi," kata Hendry.

Menurut Hendri, saat Boediono menjadi Gubernur Bank Indonesia telah ikut menelorkan kebijakan BLBI yang merugikan anggaran negara paling tidak selama 30 tahun. Sementara itu saat menjadi Menkeu, Boediono telah membiarkan terjadinya privatisasi dan mengeluarkan kebijakan release and discharge yang merugikan negara.

"Saat menjadi Menko Perekonomian, kebijakan yang diambil Boediono telah mengabaikan sektor riil," kata Hendri.

Sementara itu, kinerja Menkeu Sri Mulyani, menurut Hendri, sebelum kesalahan kebijakan dalam kasus Bank Century terbuka, tidak sekinclong citra yang diciptakan. "Tugas utama Sri Mulyani sebagai Menkeu adalah mengelola APBN. Apa yang terjadi selama lima tahun APBN naik hampir tiga kali lipat, tetapi kesejahteraan masyarakat tidak juga meningkat," kata Hendri.

Sementara, pengelolaan belanja APBN masih sangat lemah sehingga realisasinya menumpuk di belakang, sehingga mengurangi kemampuan stimulusnya. "Kelemahan ini akhirnya menghasilkan SILPA yang besar. Di sisi lain selama Sri Mulyani menjadi Menkeu APBN semakin dibiayai dengan high cost debt," kata Hendri.

Hendri menjelaskan SBN bruto yang pada tahun 2004 hanya sebesar Rp32 triliun, terus meningkat dan tahun ini hampir mencapai Rp180 triliun.

Dengan rekam jejak seperti itu, apakah pantas kinerja Boediono dan Sri Mulyani dibilang sukses dan kinclong, ujarnya. "Dengan track record di atas, apakah layak untuk dikatakan bahwa Boediono dan Sri Mulyani telah berhasil mengelola ekonomi Indonesia dengan baik," kata Hendri. (Ant/OL-03)

Massa SBY Konsolidasi

PIHAK Istana tidak mau kecolongan lagi. Setelah Partai Demokrat gagal menjinakkan partai-partai koalisi di tingkat pansus, Istana melancarkan dua jurus sekaligus. Hal itu yakni gerilya lobi staf khusus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan gerakan massa.

Gerilya lobi dan gerakan massa semakin intensif dilakukan untuk menyambut rapat paripurna DPR pada 2 dan 3 Maret. Itulah rapat yang menentukan apakah hasil penyelidikan Pansus Angket Bank Century menjadi keputusan resmi dewan. Dalam rapat pleno terakhir pansus, sebanyak empat fraksi termasuk dua fraksi dari partai koalisi menyebut Boediono dan Sri Mulyani sebagai pihak yang bertanggung jawab.

Adapun gerilya lobi dan gerakan massa itu bertujuan agar dua nama itu tidak disebutkan dalam pemandangan fraksi-fraksi di rapat paripurna. Ada dua staf khusus yang gencar bergerilya, yaitu Andi Arief dan Velix Wanggai. Tugas mereka ialah menemui tokoh politik seperti Pramono Anung, Syafii Maarif, Akbar Tandjung, dan Amien Rais.

Akan tetapi, gerilya lobi tak kunjung menunjukkan tanda-tanda menuai kesuksesan sehingga Istana menggunakan gerakan massa. Presiden Yudhoyono, misalnya. Dalam dua pekan terakhir ia menghadiri zikir nasional di Lapangan Monas Jakarta.

Apel akbar

Tidak cukup zikir nasional. Ribuan pendukung SBY pun menggelar apel akbar di Senayan, kemarin. Apel bertajuk Kebulatan Tekad Mendukung SBY-Boediono 2014 itu diselenggarakan beberapa ormas dan relawan pendukung Partai Demokrat. Mereka, antara lain, Barisan Indonesia (Barindo), Komite Nasional Masyarakat Indonesia (KNMI), Forum Komunikasi Anak Betawi (Forkabi), Forum Komunikasi Kader Demokrat (FKKD), Generasi Muda Demokrat (GMD), dan Angkatan Muda Demokrat Indonesia (AMDI).

Sebagian besar massa mengenakan kaus putih biru bertuliskan 'SBY-Boediono mendukung SBY-Boediono hingga 2014'. Apel akbar yang dimulai pukul 09.00 WIB itu juga dimeriahkan orasi dari tiap ormas di atas panggung berukuran besar di tengah lapangan. "Kita sebagai pendukung SBY-Boediono harus tetap solid," kata salah seorang orator.

Orator lainnya menyoroti kasus Century. "Kita berkumpul di sini karena 'bailout' Century. 'Bailout' itu bukan perampokan, tapi untuk menyelamatkan Indonesia," katanya.

Anggota Pansus Angket Bank Century Akbar Faisal di Jakarta, kemarin, menyatakan pemerintah memperlihatkan kepanikan secara terbuka sehingga melakukan segala cara untuk menutupinya.

Jika massa pendukung SBY-Boediono turun ke jalan pada 2 dan 3 Maret, itu berarti mereka akan berhadapan dengan massa yang menghendaki dua nama itu disebut. Massa kontra berasal dari berbagai elemen masyarakat.

Sosiolog Thamrin Amal Tomagola mengingatkan adanya potensi konflik horizontal. "Potensi konflik pasti ada. Oleh sebab itu, pihak kepolisian harus melakukan antisipasi sejak awal. Jangan sampai kelompok-kelompok yang bertentangan ini bertemu dan berkonfrontasi," katanya

Kamis, 25 Februari 2010

Dukungan Gerindra Merubah Total Peta Koalisi

Komposisi kursi parpol di DPR:
Demokrat : 150
Golkar : 107
PDIP : 95
PKS : 57
PAN : 43
PPP : 37
PKB : 27
Gerindra : 26
Hanura : 18

Pada saat Golkar & PKS terus mengambil posisi berseberangan dengan koalisi, mereka berhitung bahwa tanpa mereka koalisi akan menjadi minoritas dengan hanya 257 kursi (PD+PAN+PPP+PKB) dari total 560 kursi atau 46%. Dengan begitu mereka sangat confident bahwa SBY tidak akan berani mengeluarkan mereka dari koalisi.

Yang sama sekali tidak mereka duga, pada saat injury time Gerindra berubah 180 derajat. Indikator2 lainpun menunjukkan adanya hubungan yang lebih intens antara SBY dengan PS. Dengan masuknya Gerindra dalam koalisi (minus Golkar & PKS) maka jumlah kursi koalisi menjadi 283 kursi atau 50,5%. Walaupun hanya pas-pasan tapi sudah menjadi mayoritas.

Dengan perubahan peta ini maka bekal SBY untuk melakukan perubahan koalisi menjadi semakin besar yaitu dengan mendepak Golkar & PKS dan menggantinya dengan Gerindra. Ujian terakhir bagi kesetiaan parpol koalisi ada pada rapat pleno kesimpulan akhir pansus & rapat paripurna. Apabila PG & PKS tetap mengambil sikap beroposisi, maka itulah batas toleransi bagi mereka.

Kalau menurut ane, Golkar akan tetap pada pendirian mereka karena kepentingan pribadi ARB. ARB kelihatannya sudah kalap dan sudah tidak lagi memikirkan tentang partainya. Pokoknya kepentingannya untuk menggeser SMI sudah harga mati. Nah yang menarik untuk dilihat adalah PKS, karena partai ini sudah terkenal suka bluffing untuk mendapatkan tambahan kursi dalam pemerintahan. Akankah PKS terus pada pandangannya dan siap untuk ditendang dari koalisi ataukah mereka akan merubah pandangannya demi tetap berada dalam kekuasaan?

Itulah politik, pada saat injury time 26 kursi pun sangat menentukan. Ayo rekan2 DFer dipersilahkan memberikan analisa2nya

Senin, 22 Februari 2010

Arus Balik Politik Pencitraan

oleh : Didik Supriyanto - detikNews Selasa, 23/02/2010 08:44 WIB

Jakarta - SBY dan PD yang mengedepankan politik pencitraan, menghadapi kenyataan pahit. Media kini dipakai oleh partai-partai koalisi untuk merusak skenario politik penyelesaian skandal Bank Century.

Menjelang akhir kerja Pansus Bank Century, intensitas politik kian tinggi. Senin (22/02/2010) lalu, Presiden SBY berencana mengumpulkan pimpinan partai koalisi di Cikeas.
Namun tanpa alasan jelas, pertemuan tersebut dibatalkan.

Partai Demokrat (PD) menyatakan, pembatalan terjadi karena tidak semua mitra koalisi bisa datang. Namun, keterangan ini dibantah partai-partai non-PD. Mereka berterus terang, pihaknya tak mungkin menolak permintaan SBY untuk bertemu. Pertemuan tersebut batal karena telah terendus oleh pers.

Jika benar, bahwa batalnya pertemuan tersebut lebih karena sikap SBY yang tidak ingin pertemuan diketahui pers, maka jelas sekali, SBY tetap berusaha menjaga reputasi politik dirinya. Sebab, bagaimanapun, pertemuan tersebut bisa dimaknai sebagai bentuk transaksi politik tingkat tinggi, semata demi mengamankan kepentingan politik SBY.

Gencarnya peberitaan tentang sepak terjang politisi dalam menghadapi kasus Bank Century, membuat rakyat tahu bagaimana para politisi bermain dan bertransaksi. Para politisi pun seakan-akan berada dalam satu panggung sandiwara, rakyat menjadi penonton dengan segala macam persepsi dan penilaiannya.

Tak ada laku politik yang tidak ketahuan, karena partai-partai koalisi menyadari, SBY dan PD berkeras mempertahankan citra diri. Oleh karena itu berbagai macam manuver dan lobi-lobi, yang mestinya berlangsung tertutup, kemudian dibeberkan partai-partai politik lain yang tidak sejalan dengan SBY dan PD, baik dengan keterangan resmi, maupun penyebaran informasi diam-diam kepada media.

Hal ini menunjukkan, bahwa politik pencitraan yang menjadi andalan SBY dan PD dalam
meraih dukungan suara rakyat melalui pemilu, kini pada periode pascapemilu, justru menjadi titik lemah.

SBY dan PD yang dulu gencar melakukan kampanye pencitraan melalui media, dengan dukungan dana nyaris tak terbatas, kini, harus menghadapi kenyataan pahit: media tidak bisa dipakainya lagi mempertahankan citra dirinya. Upaya berakali-kali untuk menunjukkan dirinya sebagai korban, pihak yang dizalimi, justru jadi bahan ketawaan media.

Yang terjadi kemudian, partai-partai koalisi yang tidak sepaham dengannya, memakai media untuk menghindar, menekan dan bahkan melawan kemauannya. Semua skenario politik yang disiapkan untuk menekuk partai-partai koalisi, seakan berantakan di jalan, karena skenario tersebut dibeberkan ke media, dan media kemudian memaknai sebagai upaya transaksi politik. Padahal SBY dan PD tidak menginginkan pihaknya dicitrakan seperti itu.

Tidak diketahui, bagaimana saran para konsultan media, dalam menghadapi situasi seperti ini. Yang terlihat adalah, juru bicara gagap bicara; gerak cepat staf khusus menimbulkan tawa, dan; teriakan ancaman fungsionaris PD hanya dianggap angin lalu. Apapun putusan Pansus Bank Century, pemulihan citra diri SBY dan PD menjadi pekerjaan berat nantinya. Tapi bagi konsultan politik, inilah proyek besar.

* Didik Supriyanto, wartawan detikcom yang juga Ketua Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem

Selasa, 09 Februari 2010

Satu Survei Klaim Theo Sambuaga Favorit Calon Gubernur Sulut Rabu,

10 Februari 2010

JAKARTA--MI: Kelompok Studi Indobisa Barometer yang telah tiga kali melakukan survei investigatif menjelang pemilu kepala daerah di Provinsi Sulawesi Utara menyimpulkan figur Theo L Sambuaga merupakan calon gubernur paling favorit di mata pemilih di daerah itu.

"Mayoritas responden (lebih 70 persen) menghendaki kandidat yang relatif bersih, tak pernah berurusan dengan masalah-masalah hukum, terutama dugaan tindak pidana korupsi. Nama Theo Sambuaga merupakan kandidat yang dianggap paling layak memimpin Sulut periode 2010-2015," kata Hencky Luntungan, Direktur Eksekutif Indobisa Barometer, di Jakarta, Rabu (10/2). Pada survei tahap pertama (awal Desember 2009), posisi pertama masih dikuasai incumbent, yakni Sinyo Sarundajang (SS) dengan tingkat elektabilitas sekitar 50 persen, diikuti Elly Lasut (EL), Ramoy Luntungan (RL). Theo Leo Sambuaga (TLS) masih berada di luar lima besar.

"Namun, pada survei kedua di awal Januari 2010 lalu, nama Theo mendadak melonjak naik ke peringkat dua, menggeser EL ke posisi tiga. Posisi pertama diambil alih oleh RL. SS justru melorot ke peringkat empat. Muncul nama Olly Dondokambey (OD) di posisi kelima," ungkapnya.

Dari survei investigatif ketiga, pihak Indobisa Barometer menyimpulkan, TLS berhasil memimpin sebagai calon terfavorit dengan raihan tingkat elektabilitas hampir 50 persen, diikuti RL di
peringkat kedua, kemudian SS, EL, serta OD. "Sesuai hasil survei, diperkirakan mendekati pilkada, nama TLS berpotensi makin digandrungi rakyat, karena berbagai reputasinya di level nasional bahkan internasional yang semakin mendapat pengakuan, juga kontribusinya yang tak pernah digembar-gemborkan mendukung pembangunan Sulut selama ini," ujar Hencky Luntungan.

Ia juga menjelaskan, cara kerja Indobisa Barometer agak berbeda dengan lembaga survey lainnya. "Kami menyebutnya survey investigatif, karena tidak hanya mendasarkan kepada jawaban responden di questionaire, tapi kami juga melakukan diskusi dengan para pengamat, pengkajian atas suara-suara rakyat di berbagai media. Terutama pula, tidak ada yang tahu ketika tim kami turun lapangan, untuk menghindari sentuhan berbahaya dengan para kandidat atau tim sukses mereka," ungkap Hencky. (Ant/OL-04)

Senin, 08 Februari 2010

Beberapa Catatan Pilkada Agar Lebih Baik

Oleh Ferry Mursyidan Baldan



Tahun 2010 adalah kali kedua bangsa ini akan melaksanakan pemilihan langsung kepala daerah, atau yang lebih kita kenal dengan sebutan Pilkada. Banyak catatan ‘minus’ yang mengiringi pelaksanaan Pilkada di waktu lalu atau dalam kurun tahun 2005-2008, yakni mulai dari terlambatnya pembentukan Panitia Pengawas (Panwas) Pilkada; belum tersiapkannya anggaran pelaksanaan pilkada, sampai dengan wacana paling baru tentang adanya keinginan 'mengembalikan' pilkada melalui pemilihan di DPRD.

Melihat hal tersebut, ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian agar Pilkada yang dimulai tahun 2010 dapat berlangsung dengan lebih baik.

Pertama, dan sangat urgent adalah masalah anggaran. Mulai dari anggaran yang tidak mencukupi, sampai pada kondisi belum teranggarkannya biaya penyelenggaraan pilkada dalam APBD. Semua itu memberi kesan adanya ketidaksiapan daerah untuk menyelenggarakan Pilkada.

Sebenarnya, hal ini terasa cukup mengherankan. Karena UU sudah sangat jelas mengatur, bahwa sumber biaya pelaksanaan Pilkada didapat dari APBD. Jadi, sangat tidak masuk akal jika anggaran untuk kegiatan pilkada luput dianggarkan dalam APBD 2010. Jika hal itu tetap terjadi, jelas ini merupakan suatu keteledoran dalam penyusunan anggaran, dan perlu dilakukan penyelidikan mengapa hal tersebut dapat terjadi. Langkah berikut yang harus diambil adalah menunda pilkada di daerah tersebut sampai dengan tahun 2011. Sementara, kepala daerah yang sudah habis masa jabatannya tetap berakhir sesuai dengan masa baktinya.

Untuk mengisi kekosongan jabatan kepala daerah, perlu diangkat pejabat sementara (Pjs) dari PNS yang memenuhi persyaratan. Perlu ditegaskan juga, pejabat sementara itu tidak boleh pernah mencalonkan diri dalam Pilkada di daerah tersebut. Sedangkan untuk kepala daerah yang teledor, dan baru satu kali masa jabatan, hendaknya diberi sanksi tidak boleh lagi menjadi calon dalam pilkada di daerah tersebut. Sanksi ini penting sebagai pembelajaran dalam membangun sistem bernegara.

Kedua, berkaitan dengan pembentukkan Panwas Pilkada, yang awalnya dikatakan terkendala waktu dalam pembentukannya. Diharapkan masalah ini dapat terselesaikan dengan keluarnya Surat Edaran Bersama KPU dan Bawaslu yang sudah menegaskan bahwa substansi keharusan pengawasan Pilkada lebih urgent daripada mempersoalkan mekanisme rekruitmen panwas pilkada. Bukankah personalia panwas pada Pemilu Legislatif dan Pilpres lalu sudah diseleksi berdasarkan UU. Bukankah dalam UU sesungguhnya KPU dan Bawaslu adalah satu rumpun yang bertugas sebagai Penyelenggara Pemilu.

Ketiga, perlu penegasan kembali soal kriteria calon kepala daerah. Bagi kepala daerah atau wakil kepala daerah yang ingin menjadi calon bagi daerah lain, perlu dibuat pembatasan harus sudah menjalani tugasnya sekurang-kurangnya dalam waktu tiga tahun. Karena, jika kurang dari masa itu, maka periodesasi jabatan tidak dipahami sebagai pelaksanaan tugas dan mandat hasil Pilkada, melainkan lebih sebagai 'batu loncatan' semata untuk jabatan lain.

Keempat, dalam rangka efisiensi anggaran pelaksanaan pilkada, berdasarkan UU, maka pelaksanaan pilkada di semua jajaran yang hanya berjarak tiga bulan, dapat digabungkan pelaksanaannya menjadi satu. Jika hal ini dilakukan dalam dalam lingkup satu propinsi akan terasa ada penghematan yang signifikan.

Dengan demikian, Pilkada tidaklah perlu dikesankan 'gonjang-ganjing', dan jika hal-hal tersebut dilaksanakan tidak akan menimbulkan dampak 'sistemik' yang bisa mengancam pelaksanaan Pilkada.

Selasa, 02 Februari 2010

DPRD DKI Kritik Kontraktor di BKT, Tanah Bekas Galihan Ganggu Warga

Sisa tanah galian Banjir Kanal Timur (BKT) yang belum diangkut mengganggu warga sekitar sehingga DPRD meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta untuk mengambil sikap terhadap para kontraktor yang tidak mengangkut tanah itu.

Wakil Ketua DPRD DKI Triwisaksana mengatakan, warga sekitar BKT mengeluhkan kondisi tanah galian yang terbengkalai akibat dibiarkan begitu saja, tidak diangkut ke tempat lain.

"Saat cuaca panas, daerah sekitar KBT penuh debu dan membuat sesak dan kalau hujan menjadi berbahaya karena licin," katanya di Jakarta.

Tri menyebut kondisi tidak sehat itu menyebabkan banyak masyarakat yang menjadi korban seperti sesak nafas maupun penyakit lain yang lebih parah sehingga tindakan tegas perlu dilakukan bagi para kontraktor BKT.

Sementara perwakilan Pemerintah Pusat dalam BKT, Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC) Pitoyo Subandriyo mengatakan pengangkutan tanah galian saat ini memang sedang terhambat cuaca.

"Tempat pembuangan tanah galian berada di daerah yang hanya bisa dicapai lewat jalan tanah liat. Saat hujan, jalan masuk ke tempat penampungan itu berlumpur sehingga truk kesulitan mencapainya," katanya.(Fz/Ko/At)

Pemprov DKI Bakal Kembangkan 5 Koridor Busway Baru

Senin, 01 Februari 2010, 20:20 WIB
Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo membenarkan, pengembangan lima koridor busway yang baru telah dimasukkan dalam rencana lima tahunan Pemprov DKI yaitu pada RPJMD DKI 2007-2012.

Setidaknya, kepastian pengoperasian lima koridor yang sudah dinanti warga Jakarta dapat dilaksanakan pada 2012 mendatang. Atau pengoperasian lima koridor tersebut harus tuntas pada 2012.

“Penuntasan 15 koridor sangat mendesak direalisasikan sebab rentang waktu penuntasan agenda RPJMD tinggal dua tahun lagi,” ujarnya di Balaikota, Senin (01/02/2010).

Hingga kini, koridor XI (Kampung Melayu-Pulogebang) dan XII (Pluit-Tanjung Priok) sedang dalam perencanaan pembangunan fisik.

Sedangkan koridor XIII (Kampung Melayu-Bekasi), koridor XIV (Manggarai-Universitas Indonesia), dan koridor XV (Ciledug-Blok M) masih dalam penajaman perencanaan fisik.

Tak hanya itu, desain fisik jalur jalan yang akan dibangun untuk kelima koridor itu akan dilakukan studi kelayakan dengan dua pilihan yaitu jalur di atas jalan lokal atau dibangun jalan elevated ( jalan susun) untuk jalur busway.

Sebab, kondisi jalan yang dilalui kelima koridor tersebut masing-masing hanya bisa menampung dua jalur lalu lintas. Akibatnya, jika diambil salah satu jalurnya, luas jalan jadi sempit dan dikhawatirkan mengganggu arus lalu lintas atau menimbulkan kemacetan.

Contohnya di koridor XIII (Kampung Melayu-Bekasi), kondisi jalan sering mengalami kemacetan dikarenakan tingginya mobilitas komuter dari daerah penyangga ke ibu kota.

Selain itu, badan jalan yang sempit tak sebanding dengan kendaraan yang semakin banyak jumlahnya.

Kemudian, di koridor XIV (Manggarai-Universitas Indonesia), sepanjang jalan Universitas Indonesia (UI)-Jl Raya Pasar Minggu hingga ke Manggarai luasnya jalanya sempit.

“Misalnya jalur Jl Pasar Minggu ke Pancoran sempit. Bisa saja jalur busway-nya mengambil satu jalur yang sudah ada, sehingga jalurnya sisa satu. Atau bisa saja kita buat jalan elevated untuk jalur langsung dan busway ada di atasnya,” terangnya.

Begitu juga dengan koridor XV (Ciledug-Blok M) yang harus melalui jalan sempit. Pemprov DKI masih memikirkan apakah akan dibangun busway atau mass rapid transit (MRT) di kawasan tersebut. Artinya, busway akan diganti dalam bentuk feeder untuk MRT.

Melihat kondisi jalan sempit, alternatifnya yang akan dikaji dalam studi kelayakan adalah membuat jalan elevated atau mengambil satu jalur dari jalan eksisting untuk busway.

“Ini memang belum ada detail konstruksinya. Tetapi hal ini akan didahulukan dalam rangka melaksanakan RPJMD DKI. Memang dalam RPJMD tidak menyebutkan mana yang memakai jalan elevated atau jalan lokal. Tapi disebutkan akan ada pembangunan jalan elevated di Jakarta,” ungkapnya.

Gubernur juga mengakui, pilihan membangun jalan elevated akan memakan biaya pembangunan yang sangat mahal. Namun jika harus menunggu pembebasan lahan yang memakan proses waktu cukup lama.

Sementara jalan di Jakarta sudah tidak dapat menampung pertumbuhan kendaraan yang ada. Makanya, Pemprov DKI memutuskan untuk membangun jalan elevated.

Rencananya pada Oktober mendatang, Pemprov DKI akan mengoperasikan bus Transjakarta Koridor IX (Pinangranti-Pluit) dan Koridor X (Cililitan-Tanjungpriok). (Btt/Bm)

Menembus Rahasia Bank

DUA bulan sudah Pansus Angket Bank Century bekerja, tetapi hasilnya kian mengecewakan publik. Mengecewakan sebab pansus lebih menjadi reality show murahan dengan gaji dan fasilitas mahal yang menampilkan aktor sinetron sebagai aktor politik.

Padahal, ada dua tujuan utama penyelidikan yang dilakukan Pansus Angket Bank Century di DPR. Pertama, untuk mengetahui apakah ada indikasi pelanggaran peraturan perundang-undangan dalam pengucuran dana Rp6,7 triliun kepada Bank Century. Kedua, menyelidiki ke mana saja aliran dana talangan tersebut.

Sejak dibentuk 4 Desember 2009, pansus hanya berkutat pada kebijakan pengucuran dana talangan. Pansus terbentur pada tembok rahasia bank untuk membongkar aliran dana dari Bank Century kepada pihak ketiga.

Padahal, jauh hari sebelum pansus dibentuk sudah beredar informasi bahwa dana talangan itu mengalir ke berbagai pihak, bahkan disebut-sebut pula masuk ke kantong tim sukses calon presiden.

Rahasia bank, menurut ketentuan Undang-Undang Perbankan, adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah, penyimpanan dan simpanannya. Adalah benar bahwa rahasia bank bersifat limitatif. Akan tetapi, keperluan penyelidikan pansus DPR tidak termasuk di pengecualian atas rahasia bank itu.

Meski demikian, Undang-Undang Hak Angket memberikan kewenangan kepada pansus untuk mendapatkan semua dokumen berkategori rahasia melalui penetapan pengadilan. Pengadilanlah yang menyita semua dokumen tersebut.

Jadi, ada pintu hukum bagi Pansus Angket Bank Century untuk membongkar habis ke manakah perginya semua uang talangan itu.

Usulan agar pansus meminta penetapan pengadilan muncul dalam rapat konsultasi pimpinan dewan dengan pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, serta Bank Indonesia pada 29 Januari. Untuk menindaklanjuti usulan itu, pimpinan pansus pun meminta pendapat hukum Mahkamah Agung pada 1 Februari dan lembaga tertinggi peradilan itu sudah memberikan persetujuannya.

Nah, apa lagi yang ditunggu pansus? Bukankah pansus harus bergerak cepat karena undang-undang hanya memberikan waktu 60 hari kerja kepada pansus untuk melakukan penyelidikan? Bukankah itu berarti masa tugas pansus berakhir pada 4 Maret?

Hanya tersisa waktu sebulan lagi. Mestinya, pansus fokus mengusut aliran dana dan itu pun tajam pada dua persoalan besar saja. Pertama, menyelidiki aliran dana fasilitas pinjaman jangka pendek (FPJP) yang diterima Bank Century pada kurun waktu 14-18 November 2008 sebesar Rp821,33 miliar. Ke mana dan siapa yang merampok uang itu?

Hal itu penting diketahui sebab setelah diberi uang, Bank Century tetap kolaps dan pada 21 November 2008 diputuskan diberi dana talangan.

Kedua, yang jauh lebih penting, pansus harus membongkar aliran dana talangan untuk Bank Century sebesar Rp6,7 triliun itu.

Pansus sudah meminta penetapan pengadilan untuk menerobos rahasia bank. Bila penetapan pengadilan itu ditelantarkan, berarti pansus telah dapat 'dibeli'.

TIDAK SEMUA HASIL SURVEI DAPAT DIJADIKAN ACUAN PENENTUAN CALON

Oleh
Muhammad Jabir
Supervisi Jaringan Suara Indonesia
Mantan Koordinator LSI Wilayah Sulut dan Gorontalo

Seiring majunya demokrasi di Indonesia semakin nampak pula peran masyarakat dalam keikutsertaanya di berbagai kebijakan. Di masa orde baru boleh dikata hampir tidak mungkin masyarakat dilibatkan dalam setiap keputusan terutama jika itu berkaitan dengan pemerintahan. Dalam berpolitik pun biasanya hanya kalangan elit politik saja yang selalu mengambil kebijakan, pada umumnya dalam pleno terbatas.
Dewasa ini pemerintah dan juga elit partai politik sudah menyadari bahwa sebenarnya masyarakat perlu diberi kewenangan untuk berperan dalam suatu keputusan walaupun itu tidak langsung. Seperti halnya pada penentuan calon kepala daerah, penjaringan kandidat oleh beberapa partai politik sekarang ini sudah menggunakan survei Opini Publik. Publik diajak berperan dalam menentukan figur yang akan diusung oleh partai politik.
Namun perlu disadari bersama bahwa mekanisme ini pun tidak terlepas dari kelemahan, karena tidak semua hasil survei dapat dijadikan acuan dalam menentukan calon Kepala Daerah. Faktanya ada banyak lembaga survei yang tiba-tiba bermunculan seiring pelaksanaan Pilkada langsung di berbagai daerah di Indonesia. Kemunculan lembaga survei ini tidak dibarengi dengan pengawasan metodologi yang digunakan. Sehingga timbulah bermacam pendapat yang berkembang dalam masyarakat terkait adanya publikasi hasil riset yang tidak mencerminkan fakta lapangan.
Beberapa lembaga survei memang menjaga kualitas datanya dengan membentuk semacam perkumpulan yang dilandasi kesamaan persepsi dan metode serta komitmen dalam menjaga kualitas data. Sebutlah seperti PERSEPI (Perhimpunan Riset Opini Publik) yang digagas oleh Saiful Mujani (Peneliti Utama Lembaga Survei Indonesia). Lembaga ini diketuai oleh Adrinof Chaniago dan Eka Kusmayadi, S.Si (Direktur Riset Jaringan Suara Indonesia) sebagai Wakil Sekjennya. Anggota dari Perhimpunan ini diantaranya Lembaga Survei Indonesia, Cirrus, LP3ES, Puskaptis dan Jaringan Suara Indonesia.
Terkait dengan komitmen dari beberapa Parpol dalam mekanisme penentuan calonnya yang salah satunya lewat Survei. Bahwa Survei dapat dilakukan dengan berbagai tingkat akurasi, tergantung keinginan dan dana yg tersedia. Sehingga jika tingkat akurasinya rendah -kita sebut dengan Margin of Error (tingkat perbedaan antara hasil survei dengan keadaan yang sebenarnya) yang besar- maka sulit data survei itu dijadikan acuan dalam penentuan Calon. Terutama jika persaingan para kandidatnya sangat ketat di suatu wilayah.
Sebagai contoh; survei yang dilakukan dengan jumlah responden 220, maka kisaran Margin of Error ada pada ±7% (dengan pertimbangan keragaman, kepadatan populasi, dll), dan tingkat kepercayaan 95%, sehingga jika hasil survei terhadap empat kandidat menghasilkan angka misalnya kandidat I 35%, kandidat II 30%, kandidat III 28%, IV 20%, dan sisanya kandidat-kandidat yang lain, maka sulit sebenarnya untuk mengambil kesimpulan tentang siapa yang benar-benar unggul. Karena fakta lapangan dari data yang ada dapat dibaca kandidat I 35% + (±7) = kisaran 28-42%, kandidat II 30% + (±7) = kisaran 23-37%, kandidat III 28% + (±7) = kisaran 21-35%, kandidat IV 20% + (±7) = kisaran 13-27%. Sehingga antara kandidat I, II, dan III fakta sesungguhnya di lapangan masih bisa dianggap sejajar.
Akurasi survei tidak hanya melihat Margin of Error, faktor lain yang juga wajib menjadi pertimbangan dalam melakukan survei, diantaranya menentukan keragaman populasi dalam suatu wilayah, kepadatan penduduk, besaran populasi, penarikan sampel yang tepat, integritas tim survei yang handal & solid untuk menghasilkan data survei yang valid sehingga dapat dikatakan representasi dari sebuah kondisi sebenarnya di lapangan. Dan tidak kalah pentingnya adalah peneliti lapangan yang sesuai standar & quality control yang ketat
Oleh karenanya partai politik seharusnya berhati-hati dan penuh pertimbangan dalam menentukan calon/kandidat, dalam hal ini mekanisme survei dapat saja diambil sebagai patokan tetapi harus dengan Margin of Error yang kecil sehingga hasil survei itu dapat menggambarkan fakta sesungguhnya di lapangan.

Pemerintah Punya Hak di Century US$ 17,28 Juta

JAKARTA--MI: Kementerian Keuangan mengungkapkan bahwa pemerintah mempunyai hak atas kas yang berasal dari perolehan hibah yang disimpan di Bank Century sebesar US$17,28 juta, namun penyelesaiannya hingga saat ini berlarut-larut.

"Bahwa berlarut-larutnya penyelesaian hak pemerintah atas kas yang berasal dari hibah PL 416b sesungguhnya disebabkan oleh status dana kas pada escrow account di Bank Century berfungsi sebagai cash collateral," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Jakarta, Selasa (2/2).

Dalam jawaban pemerintah atas RUU Pertanggungjawaban APBN 2008 yang disampaikan dalam rapat paripurna DPR, Menkeu mengatakan, status dana itu sesuai dengan perjanjian antara pemberi hibah yaitu United Stated Departement of Agriculture (USDA) Pemerintah AS dan Pemerintah RI pada 1999 dalam rangka pemberian hibah yang berasal dari penjualan 200 ribu metrik ton terigu kepada Pemerintah RI.

Fungsi cash collateral itu akan berakhir pada saat penyelesaian permasalahan Bank Century dengan ke tiga debitur (importir), yaitu INKOPTI, IKKU, dan INKUD, mempunyai kekuatan hukum tetap.

Menkeu mengingatkan, terdapat gugatan hukum Bank CIC (yang kemudian merger menjadi Bank Century) kepada ke tiga debitur tersebut ke pengadilan.

Berdasar putusan perkara pada tingkat Pengadilan Negeri, gugatan Bank CIC (Bank Century) terhadap ke tiga debitur dinyatakan menang.

Selanjutnya, IKKU dan INKOPTI mengajukan banding ke tingkat Pengadilan Tinggi dengan hasil gugatan Bank Century tidak dapat diterima. Namun atas putusan banding itu, Bank CIC mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.

Pada 19 Januari 2007 MA telah mengeluarkan putusan kasasi yang memenangkan Bank Century dan mewajibkan salah satu dari debitur yaitu INKOPTI, membayar ganti rugi kepada Bank Century sebesar US$7 juta.

Dengan adanya putusan kasasi itu, status gugatan Bank Century kepada INKOPTI telah berkekuatan hukum tetap. Dengan demikian, saat ini persoalan itu berada di ranah hukum yang melibatkan berbagai kepentingan termasuk pihak Pemerintah AS cq USDA sebagai pemberi hibah.

Penyelesaiannya secara menyeluruh masih menunggu sampai ada kekuatan hukum yang tetap atas gugatan Bank Century kepada 2 debitur lainnya yaitu IKKU dan INKUD

Senin, 01 Februari 2010

Kerisauan Wapres

TIDAK bisa disangkal, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono adalah dua sosok yang meraih kekuasaan dengan legitimasi yang paling unggul. Keduanya menang telak satu putaran setelah meraup 60,8% suara pada pemilihan langsung yang diikuti sekitar 170 juta pemilih.

Akan tetapi, kemudian ternyata kemenangan telak tidak selalu membuat tidur nyenyak. Meski didukung koalisi sekitar 75% kursi DPR, pasangan SBY-Boediono tetap saja gerah menghadapi Pansus Angket Bank Century yang sedang digelar DPR.

Kerisauan itulah yang kiranya berkecamuk di benak Wakil Presiden Boediono. Ketika menerima pengurus Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) pada Jumat (30/1), Wapres terang-terangan menyatakan kemasygulannya. Boediono khawatir setiap masalah akan dipansuskan oleh DPR. Dia risau negeri ini akan menjadi industri pansus.

Sebagai orang yang tersengat langsung Pansus Century, Boediono pantas risau. Pikiran, perhatian, dan energinya terkuras menghadapi sepak terjang pansus dalam memburu aliran dana ke Century sebesar Rp6,7 triliun.

Tetapi Boediono lupa bahwa hak angket adalah hak konstitusional DPR yang diatur dalam UUD 1945 hasil amendemen (Pasal 20A ayat 2). Hak itu digunakan sebagai fungsi pengawasan dewan. Malah hak angket diatur secara khusus dalam UU No 6 Tahun 1954 mengenai Angket dan UU No 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.

Semestinya DPR tidak sembarang membentuk pansus angket untuk menyelidiki kebijakan pemerintah. Pasal 77 UU No 27 Tahun 2009 sudah memberi batas, yaitu hanya menyelidiki pelaksanaan undang-undang dan/atau kebijakan pemerintah yang penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Kasus Bank Century memenuhi semua ketentuan itu. Aliran dana Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebesar Rp6,7 triliun ke Bank Century jelas suatu jumlah yang dahsyat. Karena itu patut dibentuk pansus untuk menyelidikinya.

Sebenarnya pansus hanyalah akibat, bukan sebab. Bila tidak ingin direpotkan oleh pansus, yang paling utama jangan melahirkan kebijakan yang bermasalah.

Tantangan bagi Wapres Boediono ke depan adalah membentengi pemerintah agar hanya membuat kebijakan yang prorakyat, yang berada dalam koridor aturan. Artinya sedari awal harus dicegah munculnya faktor pemicu lahirnya pansus.

Kita juga mengingatkan DPR agar berhenti memproduksi pansus yang hanya menjadi ajang transaksi atau 'deal' tertentu. Pengalaman di masa lalu menunjukkan banyak pansus menguap di tengah jalan tanpa hasil yang jelas. Karena itu, masyarakat sering minor menanggapi pansus.

Publik juga sudah mengendus banyak pansus hanya gegap gempita di awal kemudian lenyap tanpa jejak. Jangan-jangan Wapres Boediono pun mengendus bau amis yang sama.

Senin, 01/02/2010 17:38 WIB Nasional Demokrat Inginkan Pemimpin Berkualitas

Jakarta - Ormas Nasional Demokrat (ND) sudah dibentuk. Manifesto pun sudah dikumandangkan. Dalam manifesto tersebut, ND menginginkan pemimpin yang berkualitas dan layak diteladani.

"Kami menolak demokrasi yang hanya menghasilkan rutinitas sirkulasi, kekuasaan tanpa kehadiran pemimpin yang berkualitas dan layak diteladani," ujar deklarator ND Anies Baswedan saat deklarasi ND di Istora Senayan, Jakarta, Senin (1/2/2010).

Anies mengatakan, masih dalam manifesto, ND menolak demokrasi tanpa orientasi pada publik, menolak demokrasi yang sekadar menjadi proyek reformasi tanpa arti, mencita-citakan demokrasi Indonesia yang matang yang menjadi tempat persandingan keberagaman dengan kesatuan, dinamika dengan ketertiban, kompetisi dengan persamaan, dan kebebasan dengan kesejahteraan.

"Kami mencita-citakan sebuah demokrasi berbasis warga negara yang kuat yang terpanggil untuk merebut masa depan yang gemilang dengan keringat dan tangan sendiri," ungkapnya.

Anies menjelaskan ND adalah gerakan perubahan yang berikhtiar menggalang seluruh warga negara dari beragam lapisan dan golongan untuk merestorasi Indonesia.

"Maka pada hari ini kami berketetepan hati menggalang sebuah gerakan bernama Nasional Demokrat restorasi Indonesia," tegasnya.

Menurut Anies, ND tidak hanya bertumpu dan berpusat di Jakarta. Namun berpencar di seluruh penjuru Indonesia. Usai membacakan manifesto, Anies menyerahkannya kepada Khofifah Indarparawansa. Setelah itu manifesto diserahkan ke inisiator utama DN yakni Surya Paloh.