Selamat Datang

"Selamat datang di blog Nurdin Syariati, jadikan blog ini sebagai wadah untuk saling tukar menukar informasi demi tercapainya Indonesia yang jaya sebagai negara yang berdaulat dan bermartabat"
MERDEKA 100 % !!!!!!!!!

Selasa, 23 Maret 2010

KPU Kabupaten Serang Tetapkan Tiga Pasangan Peserta Pilkada

SERANG--MI: Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Serang menetapkan tiga pasangan calon bupati dan wakil bupati Serang peserta Pilkada Kabupaten Serang yang akan dilangsungkan 9 Mei 2010.

Pengumunan penetapan tiga pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Serang tersebut dilaksanakan di Aula Setda Kabupaten Serang, di Serang, Rabu (10/3), sekaligus pengundian nomor urut tiga pasangan calon.

Ketiga pasangan yang lolos persyaratan administratif dan tes kesehatan tersebut yakni pasangan Ahmad Taufik Nuriman-Ratu Tatu Chasanah nomor urut satu (1), pasangan Andi Sudjadi-Sukeni nomor urut dua (2), dan RA Syahbandar-Jahidi Sadiran nomor urut tiga (3).

Pengumuman dan pengundian nomor urut pasangan calon peserta Pilkada Kabupaten Serang tersebut, dihadiri ketiga pasangan calon serta ratusan pendukung masing-masing pasangan dengan membawa berbagai atribut dan spanduk yang memadati ruangan aula Setda Kabupaten Serang.

Ketua KPU Kabupaten Serang Ahmad Luthfi Nuriman usai pengumuman tersebut mengatakan, setelah pengumuman dan pengundian nomor urut, tahapan berikutnya adalah penentuan teknis dan jadwal kampanye selama 14 hari, yakni akan berlangsung 22 April sampai 5 Mei 2010. Selanjutnya masa tenang selama tiga hari dan pencoblosan dilangsungkan pemilihan pada 9 Mei 2010.

"Setelah pengumuman ini, kami akan segera berkoordinasi dengan panitia pengawas pilkada untuk pengawasan pelaksanaan kampanye yang merupakan kewenangan Panwas," kata Ahmad Luthfi Nuriman.

Tiga pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Serang yang akan bersaing pada 9 Mei 2010 tersebut adalah pasangan Ahmad Taufik Nuriman-Ratu Tatu Chasanah dengan slogan "Tuntas". Ahmad Taufik Nuriman yang saat ini merupakan Bupati Serang (incumbent) tersebut didukung tujuh partai Politik pemenang pemilu yakni Partai Golkar dengan 10 kursi di DPRD Kabupaten, Demokrat 8 kursi, Hanura 4 kursi, PKS 5 kursi, PPP 3 kursi, PDIP 4 kursi dan PKPI satu kursi di DPRD Kabupaten Serang.

Kemudian pasangan Andi Sudjadi (incumben Wakil Bupati Serang) -Sukeni dengan slogan "ASSIK" didukung partai Gerindra, PBB, PNBKI dan lima partai non parlemen yakni PPRN, PPPI,PPI, PDP dan PSI.

Sedangkan pasangan RA Syahbandar-Jahidi Sadiran didukung partai PAN dengan lima kursi di DPRD Kabupaten Serang dan PBR 3 kursi serta didukung enam partai non parlemen yakni PKB, PKNU, PPIB, dan Partai Buruh.

Sementara itu, Pilkada Kota Cilegon yang akan diselenggarakan dengan waktu yang sama yakni 9 Mei 2010 diikuti lima pasangan calon, tiga diantaranya dari unsur independen yakni pasangan Humaedi Husen-Faridatul Fauziah, Heldi Aguistian-Juher Arif dan pasangan Ahyadi Yusuf-Irfin Andalusianto.

Sedangkan pasangan calon yang diusung partai politik adalah Iman Ariadi-Edi Ariyadi (Partai Golkar, PKS, PAN, PDI-P, PBB dan PKNU) serta pasangan Ali Mujahidin-Sihabudin (Demokrat dan PPP). (Ant/OL-02)

Ayo Kita Perangi Plastik Oleh : H. Kliwon Suyoto (Tebing Tinggi)

PADA konsideran UU 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengolahan Lingkungan Hidup, antara lain disebutkan, bahwa kualitas lingkungan hidup yang semakin menurun telah mengancam kelangsungan perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya sehingga perlu dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang sungguh sungguh dan konsisten oleh semua pemangku kepentingan (Pasal 1, butir 16).

Konsideran lainnya menyebutkan, penurunan kualitas lingkungan hidup antara lain disebabkan perusakan lingkungan hidup akibat tindakan orang yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup sehingga melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup (Pasal 1, butir 17). Salah satu di antaranya adalah kerusakan lingkungan akibat sampah non-organik (plastik).

Sampah plastik yang berbaur dengan tanah mengakibatkan daya serap air semakin berkurang, tanah yang subur berubah menjadi gersang. Perlu waktu yang lama (1000 tahun) agar plastik dapat terurai oleh tanah secara terdekomposisi atau terurai dengan sempurna. Sungguh waktu yang sangat lama, bahkan saat terurai, partikel-partikel plastik akan mencemari tanah dan air tanah.

Sampah plastik juga potensial menyumbat saluran air kotor, sehingga di beberapa kota besar, got tidak lagi berfungsi, ketika hujan datang, air menggenangi jalan, lalulintas menjadi macet, bahkan banjir menjadi ancaman. Sebagian sampah plastik terkadang dibakar, yang menimbulkan zat B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) di udara dan merusak oksigen.

Pertimbangan praktis dalam era modern telah membuat plastik menjadi dominan sebagai pilihan untuk pembungkus berbagai kemasan barang konsumsi masyarakat. Aneka snack atau jajanan anak, aneka barang kosmetik, shampo, krim anti nyamuk, aneka bumbu masakan, aneka sabun cuci, dikemas dengan plastik.

Pemerhati lingkungan memperkirakan setiap tahun ada 500 juta hingga 1 miliar kantong plastik digunakan di dunia. Sumber lain memperkirakan setiap orang menghabiskan 170 kantong plastik setiap tahunnya, bahkan lebih dari 17 miliar kantong plastik dibagikan secara gratis oleh supermarket di seluruh dunia setiap tahunnya. Maklum, supermarket merupakan penyebar kantong plastik khususnya di kota besar.

Begitu juga di pasar, semua pedagang menggunakan kantong plastik, hanya sebagian kecil yang menggunakan kertas sebagai pembungkus, bahkan nyaris tidak ditemukan pedagang yang mengemas barang dagangannya dengan kemasan organik seperti dedaunan (jati, waru, pisang) yang diikat tali dari batang pisang yang sudah dikeringkan.

Gerakan Back to Basic
Di beberapa negara mulai dilarang penggunaan kantong plastik, bahkan Kenya dan Uganda secara resmi melarang penggunaan kantong plastik. Sementara di Filipina, Australia, Hongkong, Taiwan, Irlandia, Skotlandia, Prancis, Swedia, Finlandia, Denmark, Jerman, Swiss, Tanzania, Bangladesh, dan Afrika Selatan penggunaan kantong plastik sudah mulai dikurangi.

Singapura, sejak April 2007 dikampanyekan gerakan "Bring Your Own Bag" (bawa langsung kantong anda sendiri), yang diprakarsai oleh The National Environment Agency (NEA). China juga telah mengeluarkan rancangan undang-undang (RUU) mengatasi kantong plastik. Reaksi yang telah disiapkan antara lain pelarangan penggunaan tas plastik di Departement Store. Para pembeli akan dikenakan bayaran untuk kantong plastik dan akan diberlakukan standardisasi produksi tas plastik. Lalu, bagaimana di Indonesia ?

Pemerintah Indonesia belum secara nyata membuat kebijakan terkait dengan "perang" terhadap plastik. Kalau pun ada beberapa komponen masyarakat yang terinspirasi dengan berbagai informasi tentang pelarangan penggunaan kantong plastik dari berbagai negara. Misalnya seperti dilakukan Himpunan Mahasiswa Teknik Lingkungan ITB, menkampanyekan gerakan "memusuhi" kantong plastik, tetapi itu masih bersifat parsial, belum terpadu dan menyeluruh.

Salah satu hal yang mungkin dilakukan untuk "memerangi" penggunaan plastik, adalah melakukan gerakan "back to basic." Mengembalikan budaya penggunaan plastik kepada penggunaan pembungkus organik, daun pisang, daun jati, daun waru dapat dibudidayakan sebagai pembungkus di pasar. Begitu juga tali dari batang pisang, kembali digunakan sebagai pengganti tali plastik yang disebut rafia. Singkatnya, pasar tradisional tidak diperkenankan menggunakan kantong plastik dan tali plastik.

Jangan anggap enteng dengan pasar tradisional, karena peredaran kantong plastik paling besar jumlah di lokasi ini. Sebuah ilustrasi, seorang ibu ke pasar membeli tomat, cabe, bawang, sayuran, ikan, yang masing-masing dikemas dengan kantong plastik. Artinya, ada lima kantong plastik calon limbah non-organik. Belum lagi kalau diikuti dengan membeli menu sarapan pagi (lontong sayur), aneka kue dan sebagainya.

Dengan gerakan "back to basic," si Ibu tidak lagi membawa sejumlah sampah plastik. Daun jati, dapat digunakan untuk membungkus cabe, bawang, tomat, sayuran, bahkan ikan. Mungkin hanya lontong sayur saja yang masih perlu pembungkus plastik, sehingga telah terjadi pengurangan jumlah plastik yang digunakan sebagai pembungkus, yang kemudian menjadi sampah. Lalu, bagaimana dengan pasar modern ?

Gerakan "back to basic" masih mungkin dilakukan dengan mempersiapkan kantong berbahan non-plastik, misalnya dari kertas karton. Bukankah semen dengan berat 50 kg dapat dikemas dengan kertas, mengapa barang belanjaan di pasar modern tidak menggunakan kantong berbahan kertas seperti di Singapura dan sejumlah negara yang care terhadap bahaya limbah plastik. Demikian juga dengan kemasan makanan dan minuman, dapat menggunakan kertas berbalut lilin yang steril dan bebas dari unsur plastik.

Implementasikan UU 32 Tahun 2009
UU 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengolahan Lingkungan Hidup sebenarnya dapat dijadikan "payung" untuk mengimplementasikan gerakan "memerangi" plastik. Apalagi setelah era otonomi daerah, yang memungkinkan para Kepala Daerah, minimal Pemkab dan Pemko untuk berlomba-lomba mengimplementasikan gerakan "memerangi" plastik ini. Caranya, terbitkan Peraturan Daerah yang melarang penggunaan kantong dan tali plastik sebagai kemasan aneka barang di pasar tradisional.

Kalau hal ini dilakukan, akan terbuka lapangan usaha/kerja bagi masyarakat papan bawah, yaitu mencari daun pisang, jati atau waru, serta membuat tali dari batang pisang untuk memenuhi kebutuhan pasar tradisional. Memang, ada konsekuensinya, yaitu kemungkinan "bangkrutnya" industri kantong dan tali plastik, sehingga perlu dipikirkan alternatif produk baru untuk kelanjutan usahanya.

Terkait dengan hal ini, ada beberapa pasal pada UU 32 Tahun 2009 yang dapat dijadikan rujukan untuk menerbitkan Perda. Misalnya, Pasal 53 Ayat (1), yang menyebutkan: "Setiap orang yang melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup wajib melakukan penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup."

Demikian juga Pasal 54 Ayat (1) yang menyebutkan: "Setiap orang yang melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup wajib melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup." Bahkan UU 32 Tahun 2009 juga memuat sanksi pidana berupa hukum penjara dan denda bagi siapa saja yang terbukti melakukan perusakan dan pencemaran lingkungan hidup.

Oleh karena itu, sangat diharapkan agar sejumlah Pemda dengan kekuatan semangat Otonomi Daerah memanfaatkan UU 32 Tahun 2009 sebagai payung, kemudian menelorkan kebijakan lokal (daerah) dalam bentuk Peraturan Daerah, yang berorientasi pada upaya "memerangi" plastik. Siapa yang akan memulai? Tentu sangat tergantung bagaimana visi dan misi seorang pemimpin (Bupati atau Walikota) di masing-masing daerah. Tetapi, harus disadari, bahwa limbah plastik sangat berbahaya bagi kelestarian lingkungan hidup. Yuk, kita hentikan bersahabat dengan plastik, Semoga..!! (*)

Minggu, 21 Maret 2010

Memberangus Makelar Kasus Senin, 22 Maret 2010 00:01 WIB

KOMJEN Susno Duadji kembali menghebohkan publik. Pernyataan lantang mantan Kepala Bareskrim itu perihal makelar kasus di tubuh kepolisian membuat petinggi Polri berang dan meradang. Perkara yang dibeberkan Susno itu terkait dengan skandal kasus penggelapan pajak senilai Rp25 miliar. Kasus ini melibatkan pegawai Ditjen Pajak, Gayus Tambunan, yang kini berstatus terdakwa dan sedang disidangkan di PN Tangerang.

Berdasarkan penyidikan yang telah dan sedang dilakukan polisi, dari total dana Rp25 miliar di rekening Gayus, hanya Rp395 juta yang memenuhi unsur pidana. Sisanya yang semula diblokir polisi di kemudian hari dilepas blokirnya juga oleh polisi. Dana itulah yang kabarnya mengalir ke kantong sejumlah petinggi kepolisian dan para penyidik kasus tersebut. Tidak tanggung-tanggung, menurut dugaan Susno, dua perwira tinggi bintang satu turut menikmati uang itu.
Mereka adalah Brigjen Edmon Ilyas, yang sekarang menjabat Kapolda Lampung, dan Brigjen Raja Erizman, yang kini menduduki posisi Direktur II Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri.

Susno tentu tidak asal menuding. Orang sekelas Susno, perwira tinggi polisi bintang tiga, tentu tahu dan paham benar perbedaan antara fitnah dan indikasi adanya pelanggaran hukum beserta konsekuensinya. Makelar kasus atau mafia hukum dan sejenisnya bukanlah perkara baru. Akan tetapi, inilah persoalan yang bisa dirasakan, namun selalu tidak diakui, dan amat sulit untuk dibongkar. Padahal, pembusukan hukum di Republik ini akan terus terjadi salah satunya karena adanya permufakatan jahat antara aparat penegak hukum dan pihak-pihak lain yang ingin mengangkangi peraturan.

Hukum di negeri ini busuk karena keadilan dapat diperjualbelikan. Itu sebabnya, semua lembaga penegak hukum di negeri ini terkenal korup. Itu pula yang membuat Indonesia memperoleh predikat negara terkorup se-Asia Pasifik menurut versi terbaru Political and Economic Risk Consultancy (PERC). Dalam konteks itu, persoalan tidak boleh difokuskan kepada sosok Susno dan mencari 'motifnya', seperti mengapa baru sekarang dia mengungkapkan makelar kasus di kepolisian.

'Nyanyian' Susno itu justru hendaknya menjadi pemicu semua lembaga penegak hukum, termasuk kepolisian, untuk introspeksi dan berbenah diri. Karena itu, apa yang dibeberkan Susno seharusnya direspons secara positif dan kreatif, bukan reaktif dan negatif. Bukan pula, justru memperuncing pertikaian internal di lingkungan Polri. Langkah yang diambil Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, yaitu mendorong KPK untuk segera menyelidiki makelar kasus di jajaran Polri, merupakan salah satu bentuk respons yang positif.

Sukses tidaknya pemberantasan mafia hukum sangat bergantung kepada keberanian Polri untuk mereformasi diri sendiri, termasuk menindak dan membersihkan jajaran mereka. Hal yang selalu digaungkan, tetapi masih jauh panggang dari api dalam kenyataan. Tanpa komitmen nyata membersihkan diri sendiri, upaya memberangus makelar kasus sebagai bagian dari reformasi di tubuh Polri hanya akan mati suri karena terkekang oleh arogansi institusi.